Peran Keluarga untuk Generasi Melek Inklusivitas

Senin, 25 November 2019 - 17:31 WIB
Peran Keluarga untuk Generasi Melek Inklusivitas
Peran Keluarga untuk Generasi Melek Inklusivitas
A A A
JAKARTA - Beberapa tahun terakhir, konsep inklusivitas semakin menguat dan dianggap lebih mewakili generasi muda serta kaum milenial. Secara umum, inklusi merujuk pada keadilan dalam mengakses atau memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan bagi masyarakat yang punya latar belakang berbeda. Inklusivitas mengajarkan sikap positif, empati, gender, dan perbedaan lain.

Bahasan tersebut tertuang dalam diskusi panel bertema Creating Inclusive Generation pada ajang Indonesian Women’s Forum (IWF) 2019 yang menghadirkan para pembicara wanita dari berbagai latar industri, belum lama ini.

Esti Amanda Bowo, praktisi pendidikan inklusif sekaligus pendiri sekolah menengah Garuda Cendekia membagikan tips bagaimana mendidik anak yang sadar inklusivitas. “Selama ini sistem pendidikan di Indonesia diukur dari nilai dan banyak sekali anak yang tak bisa menyesuaikan. Kebetulan anak saya yang pertama menyandang disabilitas. Saya sempat merasa kesulitan mencari sekolah,” ujar Amanda.

Menurut sarjana psikologi itu, semua anak dilahirkan dalam kondisi murni. Bagaimana ia menjadi anak yang eksklusif atau inklusif, sangat tergantung pada pendidikan orangtua serta lingkungannya. “Banyak alat untuk pembelajaran inklusivitas. Nilai-nilai inklusivitas hendaknya ditanamkan sejak kecil. Orangtua perlu mengajarkan anak tentang kesetaraan gender, menumbuhkan empati pada teman yang berbeda tingkat ekonomi, tingkat kecerdasan, serta mengenalkannya pada berbagai suku, ras, dan agama,” jelas Amanda.

Sementara itu, Elin Waty selaku Presiden Direktur Sun Life Indonesia mengatakan, dirinya menggunakan konsep inklusivitas untuk menempatkan hak wanita sama dengan laki-laki. Elin mengawali karier di bidang asuransi dari tingkat terbawah. Untuk sampai ke posisinya saat ini dibutuhkan waktu 20 tahun. Kuncinya adalah bekerja keras.

Sebagai pemimpin perempuan yang harus membawahi ribuan karyawan tentu tidaklah mudah. “Di dunia kerja saya menerapkan prinsip diversity. Sun Life tidak mengenal diskriminasi. Semua orang memiliki hak yang sama. Saya ingin menekankan bahwa dengan bekerja keras, maka perempuan pun bisa mencapai posisi yang setara, bahkan lebih tinggi dari laki-laki,” jelas Elin.

Menggeluti karier yang didominasi kaum pria juga dijalani oleh Aretha Aprilia, seorang ahli teknik lingkungan dan energi. Bagi Aretha, keluarga memegang peran penting untuk membentuknya berpikiran terbuka dan out of the box. “Wanita mempunyai unique selling points yang tidak dimiliki laki-laki. Kita diberi kesempatan melahirkan dan mengasuh anak sekaligus merintis karier. Artinya, semua wanita umumnya bisa multitasking,” jelas Aretha.

Sempat hidup di luar negeri, Aretha mengaku, awalnya menghadapi stigma. Terlebih karena ia seorang wanita, dari Indonesia, dan berhijab. Tetapi, semua stigma hilang saat ia mampu membuktikan bahwa cara berpikirnya jauh lebih penting ketimbang penampilan. Kesempatan menjalani pendidikan dan bekerja di luar negeri selama 10 tahun semakin membuka wawasan Aretha tentang inklusivitas.

Aretha kini mulai mengaplikasikan nilai inklusivitas berbekal pengalamannya menjadi minoritas kala tinggal di negara lain. Aretha menuangkannya ke dalam buku berjudul Women at Work, yang berisi pengalaman serta saran menghadapi kolega laki-laki di dunia kerja. (Mg7)
(tsa)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5092 seconds (0.1#10.140)